right_side

Artikel Populer

About Me

Foto Saya
selvianyM
a girl with extra slapdash and super stubborn.
Lihat profil lengkapku
In:

Tugas 3


Pendahuluan
Sesuai dengan materi yang diberikan di ruang perkuliahan, kita belajar tentang pentingnya arti laporan keuangan bagi berbagai pihak. Baik pihak intern atau pun extern perusahaan. Laporan keuangan diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu objek yang dapat kita tinjau sebagai dasar dari penilaian kinerja perusahaan itu sendiri sesuai dengan periode diterbitkannya laporan keuangan tersebut. Atas dasar itulah ada beberapa pihak yang dengan sengaja 'mempercantik' laporan keuangan perusahaan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Seperti contohnya  kasus yang terjadi baru-baru ini adalah Kejaksanaan Agung telah menetapkan Dhana Widyatmika sebagai tersangka dalam kasus rekening gendut PNS. Kasus ini merupakan pengembangan dari hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang adanya pegawai negeri sipil yang disebut-sebut melakukan transaksi mencurigakan senilai US$ 250 ribu (Rp 2,25 miliar). Belakangan diketahui pegawai negeri yang dimaksudkan bekerja sebagai pegawai pajak.


Pembahasan

 Penyalahgunaan wewenang tersebut diduga atas dasar kepentingan individu dan bukan lembaga ataupun badan yang melatarbelakanginya. Hal tersebut terjadi karena lalainya pengawasan yang ada di dua departemen Dirjen Pajak dan Bea Cukai itu sendiri sehingga membuat DW tergoda untuk mengambil keuntungan yang bukan seharusnya. Maka dari itu diharapkan system pengawasan intern dalam dua departemen tersebut dapat di perketat dan diperhatikan lagi, agar kasus seperti Dhana Widyatmika dan kasus sebelumnya Gayus juga tidak akan terue terulang dan terulang lagi.
Selain itu dilihat dari laporan hasil survei Global Corruption Report (GCR) yang dirilis Transparency International (TI). Lembaga yang berpusat di Berlin itu menyebutkan, banyak kondisi yang memungkinkan terjadinya krisis terkait risiko korupsi di dunia bisnis. Kerugian akibat praktik korupsi di sektor swasta secara global, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ditengarai mencapai nilai tak kurang dari 300 miliar US dolar.
Dalam kutipan artikel tersebut kita dapat mengetahui kalau korupsi terjadi bukan hanya pada lembaga pemerintahan saja. Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan, harus mulai memprioritaskan kasus korupsi di sektor swasta. Selain itu, sektor swasta bisa berperan dalam mendukung upaya pencegahan korupsi dengan proaktif melaporkan tindakan-tindakan korupsi atau suap kepada aparat penegak hukum.
Masih hangat dalam ingatan kita tentang kasus Bank Century yang laporan keuangannya dimanipulasi oleh pemiliknya yaitu Robert Tantular. Jumlah yang digelapkan diduga sebesar 13 triliun. Dugaan manipulasi tersebut dikuatkan dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan posisi rasio kecukupan modal (CAR) Century per Oktober 2008 adalah -3,5 persen.
Sedangkan dalam laporan keuangan unaudited per September 2008 yang dilaporkan manajemen lama menyebutkan, CAR perseroan masih si posisi 2,5 persen. Padahal Bank Century baru saja mendapat Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dari BI. Ditambah lagi, lanjut dia, manajemen lama juga banyak melakukan kecurangan-kecurangan seperti benyak mencantumkan kredit fiktif dan Letter of Credit (L/C) fiktif dalam laporan keuangannya serta aset-aset yang ternyata bodong.

Kesimpulan
Dengan adanya beberapa kasus diatas diharapkan agar baik lembaga Negara ataupun lembaga masyarakat yang bergerak dalam pengawasan laporan keuangan dan situasi ekonomi lebih memperhatikan dan memperketat pengawasannya. Begitu juga dengan badan hukum yang bertugas untuk mengadili para pelaku yang sudah terbukti melakukan penyelewengan ditindak tegas dan adil sehingga akan menimbulkan efek jera bagi yang sudah ataupun yang belum melakukan tindakan tersebut.

In:

Manipulasi Laporan Keuangan

                Laporan keuangan yang diterbitkan oleh setiap perusahaan mempunyai fungsi tersendiri bagi penggunanya. Seperti contohnya dari pihak manajemen intern perusahaan laporan keuangan dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja perusahaan, kompensasi dan pengembangan karier. Bukan hanya untuk pihak intern saja, laporan keuangan juga dibutuhkan dari pihak luar sebagai dasar perhitungan pajak bagi pemerintah, sebagai pertimbangan dalam pemberian kredit bagi kreditor, dan juga sebagai tolak ukur kinerja perusahaan bagi investor.
                Dilihat dari pentingnya peran suatu laporan keuangan tentunya dalam penyajian laporan keuangan setiap lembaga ataupun perusahaan yang membuatnya mengingikan laporan keuangan yang “cantik” sesuai dengan kepentingan masing-masing. Untuk menarik investor perusahaan dapat menyajikan keuntungan dalam laporan keuangannya lebih daripada yang seharusnya atau dilakukan kebalikannya dengan mengurangi keuntungan dari yang seharusnya untuk menghindari besarnya pajak. Atas dasar itulah setiap laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk diuji kebenarannya. Tidak sedikit kasus yang dapat kita temukan pada masa sekarang ini dimana perusahaan baik besar maupun kecil sengaja mempercantik laporan keuangannya demi kepentingan perusahaan itu sendiri.
                Contoh kasus yang terjadi baru-baru ini adalah Kejaksanaan Agung telah menetapkan Dhana Widyatmika sebagai tersangka dalam kasus rekening gendut PNS. Kasus ini merupakan pengembangan dari hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang adanya pegawai negeri sipil yang disebut-sebut melakukan transaksi mencurigakan senilai US$ 250 ribu (Rp 2,25 miliar). Belakangan diketahui pegawai negeri yang dimaksudkan bekerja sebagai pegawai pajak.
                Penyalahgunaan wewenang tersebut diduga atas dasar kepentingan individu dan bukan lembaga ataupun badan yang melatarbelakanginya. Hal tersebut terjadi karena lalainya pengawasan yang ada di dua departemen Dirjen Pajak dan Bea Cukai itu sendiri sehingga membuat DW tergoda untuk mengambil keuntungan yang bukan seharusnya. Maka dari itu diharapkan system pengawasan intern dalam dua departemen tersebut dapat di perketat dan diperhatikan lagi, agar kasus seperti Dhana Widyatmika dan kasus sebelumnya Gayus juga tidak akan terue terulang dan terulang lagi.
                Selain itu dilihat dari laporan hasil survei Global Corruption Report (GCR) yang dirilis Transparency International (TI). Lembaga yang berpusat di Berlin itu menyebutkan, banyak kondisi yang memungkinkan terjadinya krisis terkait risiko korupsi di dunia bisnis. Kerugian akibat praktik korupsi di sektor swasta secara global, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, ditengarai mencapai nilai tak kurang dari 300 miliar US dolar.
                Dalam kutipan artikel tersebut kita dapat mengetahui kalau korupsi terjadi bukan hanya pada lembaga pemerintahan saja. Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan, harus mulai memprioritaskan kasus korupsi di sektor swasta. Selain itu, sektor swasta bisa berperan dalam mendukung upaya pencegahan korupsi dengan proaktif melaporkan tindakan-tindakan korupsi atau suap kepada aparat penegak hukum.
Masih hangat dalam ingatan kita tentang kasus Bank Century yang laporan keuangannya dimanipulasi oleh pemiliknya yaitu Robert Tantular. Jumlah yang digelapkan diduga sebesar 13 triliun. Dugaan manipulasi tersebut dikuatkan dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan posisi rasio kecukupan modal (CAR) Century per Oktober 2008 adalah -3,5 persen.
Sedangkan dalam laporan keuangan unaudited per September 2008 yang dilaporkan manajemen lama menyebutkan, CAR perseroan masih si posisi 2,5 persen. Padahal Bank Century baru saja mendapat Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dari BI. Ditambah lagi, lanjut dia, manajemen lama juga banyak melakukan kecurangan-kecurangan seperti benyak mencantumkan kredit fiktif dan Letter of Credit (L/C) fiktif dalam laporan keuangannya serta aset-aset yang ternyata bodong.

Dengan adanya beberapa kasus diatas diharapkan agar baik lembaga Negara ataupun lembaga masyarakat yang bergerak dalam pengawasan laporan keuangan dan situasi ekonomi lebih memperhatikan dan memperketat pengawasannya. Begitu juga dengan badan hukum yang bertugas untuk mengadili para pelaku yang sudah terbukti melakukan penyelewengan ditindak tegas dan adil sehingga akan menimbulkan efek jera bagi yang sudah ataupun yang belum melakukan tindakan tersebut.

In:

International Accounting Standards (IFRS) dan penerapannya di Indonesia

International Accounting Standards (IFRS) merupakan standar pelaporan keuangan internasional yang menjadi  rujukan atau sumber konvergensi bagi standar-standar akuntansi di Negara-negara di duniadikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) atau dalam bahasa Indonesia disebut juga sebagai Badan Standar Akuntansi internasional. Pada 1 April 2001. Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.- Wikipedia

KENDALA KONVERGENSI PSAK KE DALAM IFRS
a.    Dewan standar kauntansi yang kurang sumberdaya
b.    IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika masih dalam proses adopsi satu standar IFRS dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut
c.    Kendala bahasa, karena stiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan seringkali ini tidaklah mudah
d.   Infrastruktur profesi akuntansi yang belum siap
e.    Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti acuan ke IFRS
f.     Support pemerintah terhadap issue konvergensi

MANFAAT KONVERGENSI IFRS
a.    Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional
b.    Meningkatkan arus investasi dlobal melalui transparansi
c.    Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global
d.   Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
e.    Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management

http://foindonesia.blogspot.com/2011/04/konvergensi-ifrs-di-indonesia.html?z#!/2011/04/konvergensi-ifrs-di-indonesia.html


Dalam konvergensi IFRS ini sendiri dianalisis akan membawa beberapa dampak, diantaranya adalah
SAK Pasca Dicanangkan Konvergensi IFRS
Setelah dicanangkannya konvergensi IFRS, Indonesia saat ini memiliki 3 SAK yaitu, SAK Umum (berbasis IFRS), SAK ETAP (berjiwa IFRS for SME), dan SAK Syariah (bernafaskan prinsip-prinsip syariah di Indonesia). Dampak terdapatnya 3 SAK bagi peraturan perpajakan adalah, dalam peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa pembukuan (untuk tujuan pajak) menggunakan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali Peraturan Perpajakan menyatakan lain. Hal ini berarti, untuk tujuan pajak, digunakan perlakuan akuntansi sesuai dengan peraturan pajak, kecuali jika tidak diatur dalam peraturan perpajakan, maka pengaturan akuntansinya menggunakan SAK (KUP 28/2007).
Aset Takberwujud
Contoh item yang tidak diatur dalam peraturan pajak dan oleh karena itu menggunakan SAK sebagai dasar adalah aset takberwujud. Dalam peraturan perpajakan, aset takberwujud mengacu ke SAK (dalam hal batasan dan pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal, pengaturan aset takberwujud untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda. Untuk SAK Umum, aset takberwujud dapat dihasilkan secara internal (dari proses pengembangan/development) maupun eksternal (membeli lisensi, hak cipta, dll). Untuk SAK ETAP, aset takberwujud hanya yang dihasilkan secara eksternal saja. Perlakuan untuk amortisasi aset takberwujud berdasar UU KUP adalah 20 tahun atau mengikuti klasifikasi UU No.11 mengenai aset, sedangkan berdasar SAK Umum dapat berumur terbatas atau takterbatas, dan berdasarkan SAK ETAP umurnya terbatas.
Mata Uang Pembukan dan Mata Uang Pelaporan
Terdapat perbedaan pengaturan dalam hal penggunaan mata uang pelaporan. Berdasarkan peraturan pajak dan SAK ETAP, mata uang pelaporan dan pembukuan dalam rupiah. Sedangkan dalam SAK Umum menggunakan mata uang fungsional sebagai mata uang pembukuan dan mata uang pelaporan rupiah.
Fair Value Accounting
Seringkali yang ditakutkan dari dampak konvergensi IFRS terhadap peraturan perpajakan adalah mengenai diterapkannya Fair Value Accounting (FVA).
Revaluasi
Berdasarkan SAK Umum, revaluasi merupakan pilihan dan tidak perlu seizin regulator. Berdasarkan peraturan perpajakan, PMK No.79/PMK.03/2008, revaluasi tidak dapat dilakukan setiap saat. Sedangkan berdasarkan SAK ETAP revaluasi harus seizin regulator.
Goodwill
Berdasarkan peraturan perpajakan, goodwill diamortisasi. Berdasarkan SAK Umum, goodwill tidak diamortisasi namun diuji penurunan nilainya. Untuk kombinasi bisnis, SAK Umum sudah tidak mengizinkan pooling of interest method – sesuai perlakuan dalam IFRS (kecuali untuk perlakuan transaksi entitas sepengendali).
Masa Transisi
Dalam masa transisi dari penggunaan SAK lama ke SAK baru yang berbasis IFRS, banyak entitas yang tiba-tiba memiliki aset dalam jumlah besar, atau melakukan revaluasi sehingga nilai asetnya naik.
Perbedaan Akuntansi dan Pajak, Selamanya
Di belahan dunia manapun, hingga saat ini, pengaturan akuntansi selalu berbeda dengan peraturan perpajakan. Hampir tidak ada peraturan akuntansi yang sama dengan peraturan perpajakan. Hal ini dikarenakan tujuan dari akuntansi dan tujuan perpajakan berbeda. Selain itu, prinsip-prinsip dari standar akuntansi dan peraturan perpajakan juga berbeda. Pengaturan dalam standar akuntansi berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan digunakan untuk pelaporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement), sedangkan pengaturan dalam peraturan perpajakan berdasarkan aturan (rule based) dan bertujuan khusus (untuk penarikan pajak – kepentingan si penarik pajak/pemerintah). Oleh karena itu, konvergensi IFRS tidak harus membuat peraturan perpajakan juga ikut konvergen (apalagi peraturan perpajakan induknya adalah undang-undang, yang mana jika ingin mengubah undang-undang proses birokrasinya sangat lama dan berbelit di DPR).
Konvergensi IFRS di Indonesia

Tahun 1994 – 2004: perubahan patokan standar keuangan dari US GAAP ke IFRS. Hal ini telah menjadi kebijakan Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar membangun standar keuangan Indonesia. Pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar – standar akuntansi baru, IAS mendominasi isi dari standar ini selain US GAAP dan dibuat sendiri.

Tahun 2006 – 2008: dilakukan konvergensi IFRS tahap 1. Sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2010, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, proses revisi ini dilakukan sebanyak enam kali, yakni 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007 dan 1 Juli 2009. Sampai dengan 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru 10 standar.

Tahun 2011 disebutkan sebagai tahap persiapan konvergensi IFRS di Indonesia. Persiapan akhir ini terdiri dari penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan dan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
Tahun 2012 diharapkan sebagai tahun untuk pengimplementasi IFRS di Indonesia. Seperti pernyataan Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI M Jusuf Wibisana (28/5/2009) yang dikutip penulis dari Detik finance, Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) akan diterapkan pada tahun 2012.  Konvergensi IFRS ini akan memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikenal secara internasional”. Implementasi terdiri dari dua garis besar yaitu penerapan IFRS secara bertahap dan juga evaluasi dampak penerapan PSAK secara komperhensif.

Konvergensi IFRS terhadap SAK yang sudah diterapkan di Indonesia dapat dijabarkan kedalam beberapa tahan dari tahun ke tahunnya seperti berikut yang diperoleh penulis dari situs resmi IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia)







 
http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/seminar_ias41/1-Adopsi%20IAS%2041%20dalam%20Rangkaian%20Konvergensi%20IFRS%20di%20Indonesia-%20Roy%20Iman%20W.pdf

In:

Tugas ke-3 Etika Profesi


Mengapa suatu profesi memerlukan Etika?
Menurut saya karena setiap profesi selalu berkaitan dengan penyediaan jasa antara satu dan yang lainnya dan juga kepada masyarakat. Setiap profesi tersebut tentunya memiliki tanggung jawabnya sendiri-sendiri dalam setiap pengerjaan kegiatannya. Maka dari itu dalam suatu profesi diperlukan adanya suatu standar mutu tinggi (etka) sehingga dalam pelaksanaan kegiatan dapat terjadi adanya profesionalitas dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang tidak diharapkan.

Jelaskan mengenai IAI, secara singkat dan padat!
IAI adalah kependekan dari ikatan Akuntansi Indonesia yang terbentuk pada tanggal 23 Desember 1957. Organisasi ini berbentuk Organisasi Profesi  yang beranggotakan akuntan-akuntan Indonesia dan berkantor pusat di Jakarta. IAI saat ini diketuai oleh Ahmadi Habdibroto.
Keanggotaan:
Anggota individu
Anggota individu terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
Anggota asosiasi
Saat ini IAI telah memiliki satu anggota Asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang sebelumnya tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen Akuntan Publik.
Anggota perusahaan
Perusahaan pengguna jasa profesi akuntan sebagai corporate member. Pada akhir tahun 2007, jumlah corporate member mencapai 72 perusahaan, baik perusahaan terbuka maupun tertutup.
Anggota junior
IAI juga membuka keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa akuntansi yang tergabung dalam junior member. Keanggotan junior member sampai akhir tahun 2007 mencapai 504 mahasiswa.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh IAI :
·         Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan
·         Penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Akuntan Manajemen (Certified Professional Management Accountant)
·         Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)
·         Kegiatan Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan
·         Penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Akuntan Manajemen (Certified Professional Management Accountant)
·         Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)

Kerjasama internasional
Pada skala internasional, IAI aktif dalam keanggotaan International Federation of Accountants (IFAC) sejak tahun 1997. Di tingkat ASEAN IAI menjadi anggota pendiri ASEAN Federation of Accountants (AFA). Keaktifan IAI di AFA pada periode 2006-2007 semakin penting dengan terpilihnya IAI menjadi Presiden dan Sekjen AFA.
Selain kerjasama yang bersifat multilateral, kerjasama yang bersifat bilateral juga telah dijalin oleh IAI diantaranya dengan Malaysian Institute of Accountants (MIA) dan Certified Public Accountant (CPA)